Imam Ahmad: Penghafal Satu Juta Hadits

Imam Ahmad: Penghafal Satu Juta Hadits

Fikroh.com - Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, di mana Hanbal adalah nama kakeknya, namun beliau lebih dikenal dengan nama Ahmad bin Hanbal, meskipun nama ayahnya adalah Muhammad. Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani al-Baghdadi, dan beliau dijuluki Abu Abdullah.

Imam Ahmad rahimahullah memiliki keunikan, di mana mazhab yang ia dirikan dinisbatkan langsung kepada namanya, sehingga pengikut mazhabnya disebut Hanbali. Sedangkan Imam Syafi'i rahimahullah, pengikut mazhabnya dinisbatkan kepada nama kakeknya, Syafi’.

Adapun pengikut Imam Abu Hanifah disebut Hanafi, yang dinisbatkan kepada kunyahnya. Begitu pula dengan pengikut Imam Malik, yang disebut Maliki, dinisbatkan kepada nama Imam Malik rahimahullah.

Imam Ahmad rahimahullah tumbuh sebagai anak yatim, seperti halnya Imam Syafi'i rahimahullah. Namun, Imam Ahmad kehilangan ayahnya ketika masih dalam kandungan ibunya, dan beliau adalah satu-satunya anak yang dimiliki oleh ibunya. Ibunya kemudian pindah dari Marwa ke Baghdad dengan membawa anaknya, karena Baghdad adalah pusat pemerintahan Islam dan pusat ilmu pengetahuan saat itu.

Di sana, Imam Ahmad rahimahullah tumbuh dan mulai menuntut ilmu serta mendalami hadis. Beliau memulai perjalanan ilmiahnya pada usia 15 tahun, yang kebetulan juga merupakan tahun wafatnya Imam Malik dan Imam Hammad bin Zaid.

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Saya mulai menuntut ilmu hadis pada tahun 179 H, dan mendengar kabar wafatnya Hammad ketika sedang berada di majelis Hasyim."

Imam Ahmad rahimahullah menyesali ketidakberuntungannya tidak sempat bertemu dengan Imam Malik, dan beliau berkata, "Saya terhalang bertemu Malik, namun Allah menggantikannya dengan pertemuan dengan Sufyan bin Uyainah rahimahullah."

Imam Ahmad rahimahullah melakukan perjalanan ke berbagai negeri untuk menuntut ilmu dan mendalami hadis. Beliau pergi ke Mekkah, Madinah, Hijaz, dan Yaman, bahkan sampai ke Aden di ujung selatan Yaman. Beliau pernah berjanji kepada gurunya, Imam Syafi'i, untuk pergi ke Mesir, tetapi setelah Imam Syafi'i wafat pada tahun 204 H, semangatnya untuk pergi ke Mesir pun sirna.

Imam Ahmad rahimahullah menunaikan haji lima kali, dan tiga kali di antaranya beliau tempuh dengan berjalan kaki dari Baghdad ke Mekkah. Beliau berkata,

حججت خمس حجج، منها ثلاث حجج راجلاً

"Saya menunaikan haji lima kali, tiga di antaranya dengan berjalan kaki."

Imam Ahmad rahimahullah belajar dari banyak ulama besar dan mencatat hadis dari mereka. Di antara guru-guru utama beliau adalah Sufyan bin Uyainah al-Hilali, salah satu imam kaum Muslimin, yang merupakan sosok utama di Hijaz.

Hingga Imam Syafi'i rahimahullah berkata tentangnya dan tentang Imam Malik, "Jika bukan karena Malik dan Sufyan, ilmu di Hijaz akan lenyap." Sufyan mengajar di Mekkah, sementara Malik bin Anas mengajar di Madinah.

Kedua ulama ini berperan penting dalam menjaga kelangsungan ilmu di Hijaz selama beberapa generasi.

Imam Ahmad rahimahullah juga belajar dari Abu Yusuf al-Qadhi, murid utama Imam Abu Hanifah, yang menjadi orang pertama yang mencatatkan hadis Nabi ﷺ untuk Imam Ahmad.

Beliau juga melakukan perjalanan ke Yaman dan bertemu dengan Imam hadis terbesar di Yaman, yaitu Abdul Razzaq bin Hammam as-Shan'ani. Selain itu, Imam Ahmad juga belajar dari Hasyim bin Basyir dan Abu Mu’awiyah as-Sulami, semoga Allah merahmati mereka semua.

Imam Ahmad rahimahullah dikenal sebagai sosok dengan hafalan yang luar biasa, sebuah tanda kebesaran Allah dalam hal menghafal. Abu Zur'ah ar-Razi berkata kepada Abdullah bin Imam Ahmad,

"Ayahmu menghafal sejuta hadis," yaitu seribu kali seribu, yaitu sejuta hadis.

Abdullah bin Ahmad bertanya, "Bagaimana engkau tahu?"

Abu Zur'ah menjawab, "Saya telah mengujinya melalui berbagai bab ilmu."

Maksudnya, Abu Zur'ah meminta Imam Ahmad untuk membacakan hafalan yang dimilikinya dalam bab wudhu, dan Imam Ahmad membacakan semua yang dihafalnya dalam bab tersebut.

Abu Zur'ah kemudian memintanya membaca hafalan dalam bab bejana, dan Imam Ahmad pun membacakan seluruh hafalannya dalam bab tersebut, dan begitu seterusnya hingga seluruh bab fikih, sehingga Abu Zur'ah menyimpulkan bahwa jumlah hadis yang dihafal oleh Imam Ahmad mencapai sejuta.

Dalam hal ini, seorang penyair berkata:

حوالى ألف ألف من أحاديث أسندت ** وأثبتها حفظا بقلب محصل

أجاب عن ستين ألف قضية ** بحدثنا لا عن صحائف نقل

Hampir sejuta hadis yang dihafal dan disampaikan dengan mantap di hati yang penuh ilmu.

Ia menjawab enam puluh ribu masalah dengan sanad, bukan dari catatan atau tulisan.

Abu Zur'ah ar-Razi rahimahullah juga berkata,

"Ketika kami mengumpulkan kitab-kitab Imam Ahmad setelah wafatnya, jumlahnya mencapai dua belas beban unta."

Semua itu dihafal oleh Imam Ahmad rahimahullah.

Meskipun memiliki ilmu yang sangat luas dan banyaknya perjalanan yang ditempuh, Imam Ahmad rahimahullah tetap seorang yang sangat rendah hati di antara sahabat-sahabatnya. Ia tidak pernah menonjolkan dirinya di hadapan mereka.

Yahya bin Ma'in, yang sering menemani Imam Ahmad dalam banyak perjalanannya, berkata,

ما رأيت مثل أحمد بن حنبل، صحبته خمسين سنة، ما افتخر علينا بشيء قط مع ما كان فيه من الخير

"Saya tidak pernah melihat orang seperti Ahmad bin Hanbal. Saya menemaninya selama lima puluh tahun, dan dia tidak pernah membanggakan dirinya di atas kami, meskipun dia memiliki banyak kebaikan."

Imam Ahmad juga tidak menyukai ketenaran dan berkata,

أريد أن أكون في شعب مكة لا أعرف، وقد ابتليت بالشهرة

"Saya ingin berada di lembah Mekkah yang tidak dikenal, tetapi saya diuji dengan ketenaran."

Suatu kali, seorang pria datang kepadanya dan berkata, "Saya melihat Anda dalam mimpi dan Anda begini dan begitu," dan pria itu mulai memuji Imam Ahmad.

Imam Ahmad berkata kepadanya, "Duduklah, apa maksud dari semua ini?" Sebelumnya telah disebutkan bahwa Imam Ahmad rahimahullah menyukai ucapan Sufyan, "Saya lebih tahu tentang diri saya sendiri daripada orang-orang yang bermimpi."

Imam Ahmad rahimahullah mengalami cobaan besar yang mengakibatkan beliau dipenjara dalam waktu yang lama dan dilarang untuk mengajar dan bertemu orang-orang.

Cobaan ini dikenal sebagai Fitnah Khalq Al-Qur'an, yang dipelopori oleh beberapa kalangan Mu'tazilah yang menggunakan kekuasaan untuk melawan Imam Ahmad.

Fitnah ini dimulai oleh Khalifah Al-Ma'mun, kemudian dilanjutkan oleh Al-Mu'tasim, dan berlangsung cukup lama hingga akhirnya berakhir pada masa pemerintahan Al-Mutawakkil.

Fitnah ini menguji keteguhan Imam Ahmad yang tetap teguh seperti gunung. Hingga saat ini, orang-orang masih mengenang keteguhan Imam Ahmad dan sikapnya dalam menghadapi fitnah yang menguji banyak ulama.

Banyak yang gugur dalam cobaan ini, seperti Muhammad bin Nuh dan Ahmad bin Nashr al-Khuza'i, sementara yang lainnya berubah pendirian.

Namun, Imam Ahmad tetap teguh pada akidah dan pendiriannya, tidak bergeser sedikitpun dari apa yang telah diajarkan dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi ﷺ.

Imam Ahmad rahimahullah menulis banyak kitab yang menjadi rujukan penting dalam dunia ilmu pengetahuan, di antaranya yang paling terkenal dan memiliki pengaruh besar adalah kitab "Al-Musnad", yang merupakan salah satu kitab hadis terpenting dan terluas, dengan lebih dari tiga puluh ribu hadis.

Kitab ini menjadi rujukan utama bagi kaum Muslimin, dan disusun berdasarkan nama-nama para sahabat رضي الله عنهم. Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah menulis kitab "Al-Qaul Al-Musaddad fi Ad-Dhib 'An Musnad Al-Imam Ahmad" , di mana ia menolak adanya hadis palsu dalam "Musnad Imam Ahmad".

Di era kita, atau sedikit sebelum era kita, muncul beberapa ulama seperti Ahmad bin Abdul Rahman al-Banna as-Sa'ati, yang melakukan pekerjaan besar dengan menyusun "Al-Musnad" berdasarkan bab-bab fikih agar lebih mudah diakses dan dimanfaatkan oleh umat Islam.

Karya ini diberi judul "Bulugh Al-Aman min Asrar Al-Fath Ar-Rabbani".

Imam Ahmad rahimahullah sangat mengagumi gurunya, Imam Syafi'i, dan sering memujinya.

Beliau bahkan berkata, "Ada enam orang yang saya doakan di waktu sahur, salah satunya adalah Syafi'i."

Putranya, Abdullah, pernah bertanya kepada Imam Ahmad, "Wahai Ayah, siapakah Syafi'i itu? Saya sering mendengar Anda banyak berdoa untuknya."

Imam Ahmad menjawab, "Wahai anakku, Syafi'i itu seperti matahari bagi dunia, dan seperti kesehatan bagi manusia. Apakah ada yang bisa menggantikan keduanya?"

Imam Ahmad juga berkata, "Tidak ada seorang pun yang menyentuh tinta atau pena kecuali Syafi'i memiliki andil dalam ilmunya."

Imam Ahmad rahimahullah juga berkata, "Seorang ahli hadis tidak akan pernah merasa puas dengan kitab-kitab Syafi'i."

Ibnu Majah al-Qazwini rahimahullah, penulis Sunan, berkata, "Yahya bin Ma'in datang dan duduk di samping Imam Ahmad. Setelah beberapa saat, Imam Syafi'i lewat menunggangi bighalnya.

Ketika Imam Ahmad melihatnya, beliau segera bangkit dan mulai berjalan di belakangnya, menanyakan berbagai masalah kepadanya, sementara Yahya bin Ma'in tetap duduk di tempatnya."

Ketika Imam Ahmad kembali, Yahya bin Ma'in berkata kepadanya, "Wahai Abu Abdullah, tinggalkanlah ini," seolah-olah dia merasa Imam Ahmad terlalu menghormati Syafi'i.

Imam Ahmad menjawab, "Jika engkau ingin memahami fiqih, ikutilah bighal itu," maksudnya adalah bighal yang ditunggangi oleh Imam Syafi'i. Dari Imam Syafi'i, Imam Ahmad rahimahullah belajar fiqih.

Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal wafat pada hari Jumat, 12 Rabi'ul Awwal tahun 241 H, dalam usia 77 tahun.

Jenazah beliau diiringi oleh banyak orang, bahkan dikatakan bahwa yang menshalati jenazah beliau mencapai satu juta tiga ratus ribu orang, jumlah yang sangat besar pada masa itu.

Bahkan Abdul Wahhab al-Warraq rahimahullah berkata, "Kami belum pernah mendengar bahwa di zaman jahiliyah atau Islam ada orang yang berkumpul sebanyak itu dalam sebuah pemakaman."

Imam Ahmad rahimahullah pernah berkata dalam hidupnya

قولوا لأهل البدع بيننا وبينكم يوم الجنائز

"Katakan kepada para ahli bid'ah, antara kita dan kalian akan terlihat di hari pemakaman."

Dan benar, pemakamannya menjadi pemakaman yang sangat luar biasa. Adapun musuh-musuhnya yang melaporkannya kepada para khalifah dan yang mempengaruhi mereka, tidak ada seorang pun yang bersedih atas kematian mereka, dan hanya sedikit orang yang ikut mengiringi jenazah mereka.

***

Diterjemahkan: Masyahirul Muhaditsin 'Abral 'Ushur, Syaikh Labib Najib حفظه الله
Oleh: Ahmad Reza Lc

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama