Fikroh.com - Konsepsi al-Qur'an (akidah Islam) tentang Nabiyullah Isa bin Maryam a.s., jelas berbeda dengan konsep bible hari ini yang menggagas konsep anak tuhan yang menjadi bagian dari konsep trinitasnya, tidak bisa dicocok-cocokkan 'cocokologi'. Coba perhatikan balaghah QS. Maryam [19]: 30-31 yang diklaim "mirip" dengan 'ayat anak tuhan':
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا {٣٠} وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا {٣١}
"Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup." (QS. Maryam [19]: 30-31)
Permulaan ayat ini bahkan menggambarkan kedudukan Isa bin Maryam a.s. yang disisipi tawkid inni (dalam ilmu al-ma'any termasuk al-uslub al-khabari al-thalabi), menegaskan dirinya sebagai HAMBA ALLAH dan NABI yang diutus membawa al-Kitab, bukan sebagai anak tuhan, lantas dimana kemiripannya? Tidak ada. Lebih jauh lagi, ayat-ayat al-Qur'an tentang Nabi Isa bin Maryam a.s. seluruhnya berkisar pada Isa sebagai hamba Allah atau sebagai Nabi dan Rasul utusan Allah bukan anak Allah, ditegaskan ayat yang menegaskan kufurnya mereka yang meyakini Isa bin Maryam sebagai anak tuhan:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ
"Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sungguh Allah ialah Al-Masih putra Maryam.” Padahal al-Masih (sendiri) berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Rabbku (Tuhanku) dan Rabb kalian (Tuhan kalian).” (QS. Al-Ma'idah [5]: 72)
Ayat al-Qur'an yang agung ini, menegaskan kekufuran keyakinan yang meyakini adanya anak tuhan, dalam ilmu balaghah arabiyyah, ayat ini diawali dengan tawkid huruf lam tawkid dan lafal qad di depan fi'l madhi "kafara", diterjemahkan "sungguh benar-benar telah kufur", menariknya, Allah menggambarkan perkataan Isa bin Maryam a.s. yang menyeru umatnya “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhan kalian", di sini Nabi Isa a.s. menegaskan Allah sebagai Rabbnya yakni Tuhannya, bukan bapaknya.
Maka, perbedaan mendasar ini selama-lamanya tidak akan pernah bisa dicari kecocokkannya, jika yang mirip saja pada prinsipnya tidak sama, apalagi sesuatu yang sudah berbeda pada tataran asas, paradigma mendasarnya, sesuai kaidah yang ma'ruf dalam ilmu ushul din:
كل ما بني على باطل فهو باطل
“Segala hal yang dibangun di atas asas yang batil maka ia pun batil.”[1]
Menariknya, ketika berhadapan dengan kaum yang meyakini bahwa Tuhan memiliki anak, ayat-ayat al-Quran mengajak mereka merenungkan keyakinan mereka agar mereka memahami sendiri kesalahan akidah mereka, dan kembali kepada keyakinan yang benar itu sendiri dalam Islam:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ
"Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahlul Kitab! Marilah (kita) menuju pada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kalian, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun; bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah.” (QS Ali Imran [3]: 64)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، أَوْ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَا يُؤْمِنُ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ»
"Demi jiwa Muhammad yang ada dalam genggaman-Nya, tidaklah mendengar dari diriku (mengetahui keberadaan risalah Islam), salah seorang dari umat ini, baik Yahudi atau Nasrani, kemudian ia mati dan tidak mengimani apa yang dengan itu aku diutus, melainkan ia termasuk penghuni neraka." (HR. Ahmad, Abu Dawud al-Thayalisi)[1]
Terlebih, Nabi Isa bin Maryam a.s. di akhir zaman dikabarkan akan datang meluruskan umat kembali kepada tauhid, Rasulullah ﷺ bersabda:
«وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ عَليهِ السَّلام حَكَمًا عَدْلاً، فَيَكْسِرَ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ»
“Dan demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sudah dekat saatnya di mana akan turun pada kalian (‘Isa) Ibnu Maryam Alaihissallam sebagai hakim yang adil. Dia akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus jizyah, dan akan melimpah ruah harta benda, hingga tidak ada seorang pun yang mau menerimanya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim)
Ingat, Rasulullah ﷺ sendiri memperingatkan umatnya atas setiap perbuatan yang sedikit demi sedikit menjerumuskan umatnya pada perbuatan mengikuti Yahudi dan Nashara, dalam haditsnya yang mulia, dari Ibn Abbas r.a., ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَتَتَّبِعنَّ سنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ»
“Sungguh kamu mengikuti tuntunan orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta hingga mereka masuk lubang kadal gurun pun sungguh kamu mengikutinya.”
Para sahabat lantas bertanya:
يَا رَسُولَ اللهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى؟
“Apakah mereka kaum Yahudi dan Nasrani?”
Rasulullah ﷺ menjawab:
«فَمَنْ»
“Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad)
Dalam hadits ini, perbuatan meniti jalannya mereka tidak digambarkan langsung sekaligus secara sporadis, melainkan bertahap, karena dalam ilmu balaghah kalimat "شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ" adalah kiasan dari perbuatan yang dilakukan secara bertahap, Syaikh Dr. Mushthafa Dib al-Bugha menjelaskan:
(شبرا بشبر) كناية عن شدة الموافقة لهم في عاداتهم رغم ما فيها من سوء وشر ومعصية لله تعالى ومخالفة لشرعه
"Kalimat (syibr[an] bi syibr[in]) merupakan bentuk kinâyah dari kuatnya perbuatan mengikuti mereka (kaum Kuffar) dalam tradisi-tradisi mereka, dengan asumsi di dalamnya terdapat sesuatu yang tercela, keburukan dan kemaksiatan terhadap Allah, dan menyelisihi hukum syari’ah."
Terlebih dalam hadits hasan riwayat Imam Ahmad, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman, dikisahkan 'Umar bin al-Khaththab r.a. pernah diingatkan Rasulullah ﷺ yang sempat ta'jub dengan riwayat-riwayat dari Yahudi, lalu meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk menuliskan sebagiannya, lalu ditolak oleh Rasulullah ﷺ dengan menegaskan cukup lah Al-Qur'an sebagai lembaran yang putih bersih nan suci, dan kalau lah Musa a.s. masih hidup maka tidak ada jalan lain baginya melainkan menjadi pengikut Rasulullah ﷺ itu sendiri. [2] 'Umar bin Al-Khaththab r.a. yang digelari al-Faruq saja diingatkan untuk berhati-hati, apalagi kita dan umat yang bukan 'Umar, dan kualitas ke-Islamannya jauh di bawah 'Umar, maka min bab al-awla, lebih wajib mawas diri!
وفقنا الله وإياكم فيما يرضاه ربنا ويحبه
Oleh: Irfan Abu Naveed, M.Pd.I
[Pengajar Ilmu Balaghah, Penulis Buku, Mudir Ma'had al-Qur'an]
Catatan Kaki:
[1] HR. Ahmad dalam Musnad-nya (no. 8203), Syaikh Syu'aib al-Arna'uth dkk mencatat: "Sanadnya shahih sesuai syarat Syaikhain (al-Bukhari dan Muslim)."
[2] Prof. Dr. Muhammad Mushthafa al-Zuhaili, Al-Wajîz fî Ushûl al-Fiqh al-Islâmi, Damaskus: Dar al-Khayr, cet. II, 1427 H, juz I, hlm. 264.
[2] Riwayat:
عن جابر عن النبي صلى الله عليه وسلم: حين أتاه عمر فقال: إنا نسمع أحاديث من يهود تعجبنا، أفترى أن نكتب بعضها؟ فقال: أمتهوكون أنتم كما تهوكت اليهود والنصارى؟ لقد جئتكم بها بيضاء نقية ولو كان موسى حيا ما وسعه إلا اتباعي. رواه أحمد والبيهقي في كتاب شعب الإيمان، وهو حديث حسن.
Tags:
Al-Qur'an