Fikroh.com - Dalam penggunaan siwak, terdapat beberapa sunah yang telah dijelaskan oleh para ulama, termasuk terkait dengan permasalahan teknis. Berikut ini adalah beberapa sunah bersiwak yang perlu diperhatikan:
๐. ๐๐ข๐๐ญ ๐๐ข๐ฐ๐๐ค
Ketika bersiwak, hendaknya diniatkan sebagai bagian dari pengamalan sunah. Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) mengatakan:
ََْูููุจَุบِู ุฃَْู ََِْูููู ุจِุงูุณَِّูุงِู ุงูุณَُّّูุฉَ َูุงَّููุณِْู ุจِุงْูุฌِู
َุงุนِ
“Seyogianya seseorang dalam siwaknya itu meniatakn (amalan) sunah, seperti niat mendapat keturunan dalam (melakukan) jima’.”
Tujuan dari niat ini adalah agar siwak yang dilakukan mendatangkan pahala, sebagai bentuk mengikuti sunah Nabi ๏ทบ, terutama jika siwak itu bukan bagian dari ibadah yang memiliki kesunahan khusus seperti wudhu atau shalat.
๐. ๐๐จ’๐ ๐๐๐๐๐ฅ๐ฎ๐ฆ ๐๐๐ซ๐ฌ๐ข๐ฐ๐๐ค
Dianjurkan sebelum bersiwak untuk memanjatkan do’a terlebih dahulu. Imam al-Nawawฤซ (w. 676 H) mengatakan:
َูุงَู ุจَุนْุถُ ุฃَุตْุญَุงุจَِูุง ُูุณْุชَุญَุจُّ ุฃَْู ََُูููู ุนِْูุฏَ ุงุจْุชِุฏَุงุกِ ุงูุณَِّูุงِู ุงَُّูููู
َّ ุจَِّูุถْ ุจِِู ุฃَุณَْูุงِูู َูุดُุฏَّ ุจِِู ِูุซَุงุชِู َูุซَุจِّุชْ ุจِِู ََููุงุชِู َูุจَุงุฑِْู ِูู ِِููู َูุง ุฃَุฑْุญَู
َ ุงูุฑَّุงุญِู
َِูู ََููุฐَุง ุงَّูุฐِู َูุงَُูู َูุฅِْู َูู
ْ َُْููู َُูู ุฃَุตٌْู ََููุง ุจَุฃุณَ ุจِِู َูุงَُِّูู ุฏُุนَุงุกٌ ุญَุณٌَู
“Sebagian Aแนฃhฤb kami mengatakan: dianjurkan bagi seseorang ketika memulai bersiwak untuk membaca: “๐๐ฅ๐ฅ๐̄๐ก๐ฎ๐ฆ๐ฆ๐ ๐๐๐ฒ๐ฒ๐ข๐̣ ๐๐ข๐ก๐ข̄ ๐๐ฌ๐ง๐̄๐ง๐ข̄ ๐ฐ๐๐ฌ๐ฒ๐ฎ๐๐๐ ๐๐ข๐ก๐ข̄ ๐ฅ๐ข๐ฌ̇๐̄๐ญ๐ข̄ ๐ฐ๐๐ฌ̇๐๐๐๐ข๐ญ ๐๐ข๐ก๐ข̄ ๐ฅ๐๐ก๐̄๐ญ๐ข̄ ๐ฐ๐๐๐̄๐ซ๐ข๐ค ๐ฅ๐ข̄ ๐๐ข̄๐ก๐ข ๐ฒ๐̄ ๐๐ซ๐ก๐๐ฆ๐๐ซ ๐ซ๐̄๐ก๐ข๐ฆ๐ข̄๐ง” (artinya: ya Allah, putihkanlah dengannya gigiku, kencangkanlah dengannya gusiku, kuatkanlah dengannya uvulaku dan berkahilah aku dengannya, wahai Allah yang Maha Pengasih.”). Meskipun do’a ini tidak ada dalilnya tetapi tidak masalah untuk dibaca karena itu adalah do’a yang baik.”
๐. ๐๐๐ซ๐ฌ๐ข๐ฐ๐๐ค ๐๐๐ง๐ ๐๐ง ๐๐๐ง๐ ๐๐ง ๐๐๐ง๐๐ง
Disunahkan bersiwak menggunakan tangan kanan berdasarkan keumuman hadis yang menyebutkan Nabi ๏ทบ menyukai tayammun (memulai sesuatu dari yang kanan):
ุนَْู ุนَุงุฆِุดَุฉَ، َูุงَูุชْ: َูุงَู ุงَّููุจُِّู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ ُูุนْุฌِุจُُู ุงูุชََّูู
ُُّู ِูู ุชََูุนُِِّูู َูุชَุฑَุฌُِِّูู َูุทُُููุฑِِู َِููู ุดَุฃِِْูู ُِِّููู
“Dari Aisyah r.a, dia berkata: “Rasulullah menyukai tayammun pada saat memakai sandal, menyisir, bersuci dan pada setiap hal (baik) seluruhnya” HR. Al-Bukhari
Meskipun bersiwak termasuk kegiatan membersihkan kotoran, yang mana biasanya menggunakan tangan kiri, namun khusus pada kasus ini tetap sunah menggunakan tangan kanan karena beberapa alasan. Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) mengatakan:
َُููุณَُّู ุฃَْู ََُูููู ุจِุงَْููู
ِِูู ู
ُุทًَْููุง؛ ِูุฃَََّููุง َูุง ุชُุจَุงุดِุฑُ ุงَْููุฐَุฑَ ู
َุนَ ุดَุฑَِู ุงَْููู
ِ َูุดَุฑَِู ุงْูู
َْูุตُูุฏِ ุจِุงูุณَِّูุงِู
“Disunahkan secara mutlak memegang siwak dengan tangan kanan, karena tangan kanan tersebut tidak bersentuhan langsung dengan kotoran (pada gigi dan mulut) juga (karena) kemulian mulut dan kemulian tujuan dari bersiwak.”
๐. ๐๐๐ซ๐ ๐๐๐ฆ๐๐ ๐๐ง๐ ๐๐ข๐ฐ๐๐ค
Dalam memegang siwak, bagaimana pun caranya adalah sah sah saja selama nyaman dan optimal dalam penggunaannya. Hanya saja jika ingin mendapat keutamaan, maka bisa mengikuti anjuran ulama terkait caranya.
Cara memegang siwak tersebut adalah dengan menjadikan jari kelingking berada dibawah bagian ujung ekor siwak, jari manis, tengah dan telunjuk berada di atas, sementara jempol berada di bawah dekat kepala siwak. Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) mengatakan:
َูุฃَْู َูุฌْุนََู ุฎِْูุตَุฑَُู َูุฅِุจَْูุงู
َُู ุชَุญْุชَُู َูุงْูุฃَุตَุงุจِุนَ ุงูุซََّูุงุซَุฉَ ุงْูุจَุงَِููุฉَ ََُْูููู
“Dan (dianjurkan) menjadikan jari kelingking dan jempolnya di bawah batang siwak, sementara tiga jari sisanya berada di atasnya.”
๐. ๐๐๐ค๐ก๐ฅi๐ฅ ๐๐ฅ-๐๐ฌ๐งa๐ง
Sebelum bersiwak, disunahkan untuk melakukan takhlฤซl, yaitu membersihkan sisa makanan dari sela-sela gigi. Al-Khaแนญib al-Syirbini (w. 977 H) mengatakan:
َُููุณَُّู ุงูุชَّุฎُِْููู َูุจَْู ุงูุณَِّูุงِู َูุจَุนْุฏَُู، َูู
ِْู ุฃَุซَุฑِ ุงูุทَّุนَุงู
ِ
“Disunahkan melakukan takhlฤซl sebelum dan setelah bersiwak dari sisa-sisa makanan.”
Takhlฤซl ini dapat dilakukan dengan menggunakan siwak itu sendiri atau alat lain yang sesuai. Tujuannya adalah agar gigi benar-benar bersih dan terhindar dari keraguan atau was-was saat bersiwak.
๐. ๐๐๐ค๐ง๐ข๐ฌ ๐๐๐ง๐ ๐ ๐จ๐ฌ๐จ๐ค
Setelah niat, membaca do’a dan takhlฤซl, maka langkah selanjutnya adalah menggosok gigi dan area sekitarnya dengan siwak.
๐. ๐๐ซ๐๐ก ๐๐จ๐ฌ๐จ๐ค๐ค๐๐ง
Menggosok siwak pada gigi disunahkan dilakukan secara horizontal, mengikuti arah gigi, baik bagian luar maupun dalam. Syamsudin al-Ramli (w. 1004 H) mengatakan
َูุณَُّู َُُْูููู ุนَุฑْุถًุง ุฃَْู ุนَุฑْุถَ ุงْูุฃَุณَْูุงِู ุธَุงِูุฑَُูุง َูุจَุงุทَُِููุง
“Disunahkan cara menggosok tersebut secara memanjang, yakni sepanjang gigi, luarnya dan dalamnya.”
Alasannya adalah gosokkan dengan arah membujur dapat mengurangi potensi merusak gusi, juga karena adanya hadis mursal bahwa Nabi ๏ทบ memerintahkan bersiwak dengan cara membujur;
ุนَْู ุนَุทَุงุก ุจู ุฃَุจِู ุฑَุจَุงุญٍ َูุงَู: َูุงَู ุฑَุณُُْูู ุงِููู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ: ุฅِุฐَุง ุดَุฑِุจْุชُู
ْ َูุงุดْุฑَุจُูุง ู
َุตًّุง، ِูุฅِุฐَุง ุงุณْุชَْูุชُู
ْ َูุงุณْุชَุงُููุง ุนَุฑْุถًุง
“Dari Aแนญฤ’ bin Abi Rabah, dia berkata: “Rasulullah ๏ทบ bersabda: “Apabila kalian minum, maka minumlah dengan cara diseruput, apabila kalian bersiwak, maka bersiwaklah dengan cara membujur.” HR. Baihaqi
Hadis ini meskipun แธa’ฤซf (lemah), tetapi menurut para ulama, ia dikuatkan oleh banyaknya riwayat lain yang serupa, meskipun semuanya juga lemah.
Adapun pada lidah, maka arah gosok siwak adalah memanjang (vertikal), yakni arah maju mundur. Al-Khaแนญib al-Syirbini (w. 977 H) mengatakan:
ุฃَู
َّุง ุงِّููุณَุงُู َُููุณَُّู ุฃَْู َูุณْุชَุงَู ِِููู ุทًُููุง
“Adapun lidah, maka disunahkan bersiwak padanya secara memanjang.”
Dasarnya adalah sebuah hadis แนฃahih yang diriwayatkan jamaah ahli hadis di antaranya imam al-Bukhari, imam Muslim, imam Ibnu Hibban, imam Ahmad dan lainnya;
ุนَْู ุฃَุจِู ู
ُูุณَู َูุงَู: ุฏَุฎَْูุชُ ุนََูู ุงَّููุจِِّู ุตََّูู ุงُููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ َูุทَุฑَُู ุงูุณَِّูุงِู ุนََูู ِูุณَุงِِูู
“Dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata: “Aku masuk menemui Nabi ๏ทบ, sementara ujung siwak ada pada lidah beliau”.”
Setelah menyebutkan riwayat ini, Imam Ahmad (w. 241 H) dalam musnadnya mengatakan:
ََููุตََู ุญَู
َّุงุฏٌ: َูุฃََُّูู َูุฑَْูุนُ ุณَِูุงَُูู. َูุงَู ุญَู
َّุงุฏٌ ََููุตََُูู ََููุง ุบََْููุงُู َูุงَู: َูุงَู َูุณْุชَُّู ุทًُููุง
“Hammad menggambarkan: “Seolah-olah beliau ๏ทบ mengangkat siwaknya”. Hammad melanjutkan: “Gailan menggambarkannya pada kami, dia berkata: Rasulullah ๏ทบ bersiwak (pada lidah) secara memanjang”. Musnad Ahmad
Hammad dan Gailan yang disebutkan oleh imam Ahmad ini adalah para rawi atau periwayat hadis tersebut. Dari penjelasan mereka dapat diketahui bahwa Rasulullah ๏ทบ bersiwak secara memanjang pada lisannya.
๐. ๐๐๐ซ๐ ๐๐๐ง๐ ๐ ๐จ๐ฌ๐จ๐ค
Gosokkan ujung siwak yang berserabut pada gigi dengan gerakan membuujur, dimulai dari gigi geraham kanan atas, mencangkup luar dan dalam ke arah gigi tengah (gigi seri), lalu beralih ke bagian bawah. Lakukan cara yang sama pada gigi bagian kiri. Setelah itu usap perlahan pada lidah dan langit-langit mulut secara memanjang. Sayyid Abu Bakr Syaแนญฤ (w. 1310 H) mengatakan:
َََِّْูููููุฉُ ุงูุงِุณْุชَِูุงِู ุงูู
ุณُِْْููู ุฃَْู َูุจْุฏَุฃَ ุจِุฌَุงِูุจِ َูู
ِِู ุงْูุฃَْูู
َِู ََููุณْุชَْูุนِุจَُู ุจِุงุณْุชِุนْู
َุงِู ุงูุณَِّูุงِู ِูู ุงْูุฃَุณَْูุงِู ุงْูุนَُْููุง ุธَْูุฑًุง َูุจَุทًْูุง ุฅَูู ุงَْููุณَุทِ ุซُู
َّ ุงูุณَُّْููู َูุฐََِูู ุซُู
َّ ุงْูุฃَْูุณَุฑُ َูุฐََِูู، ุซُู
َّ ُูู
ِุฑُُّู ุนََูู ุณَِูู ุญََِِููู ุฅِู
ْุฑَุงุฑًุง َูุทًِْููุง
“Tata cara bersiwak yang disunahkan yaitu, seseorang memulai dari mulut bagian kanannya, dia cakup semua bagian itu dengan menggunakan siwak pada gigi atas, luar dan dalamnya hingga ke (gigi) tengah, kemudian gigi bawah juga demikian, kemudian mulut bagian kirinya juga demikian, kemudian pada langit-langit mulut dengan usapan secara perlahan.”
Sebenarnya, prinsip utama dalam bersiwak adalah memulai dari sisi kanan mulut menuju tengah, lalu dari sisi kiri menuju tengah. Adapun gigi mana dulu yang digosok, apakah atas, bawah, luar atau dalam, itu dikembalikan pada pilihan masing-masing.
๐. ๐๐๐ง๐ฒ๐ข๐ฆ๐ฉ๐๐ง ๐๐ข๐ฐ๐๐ค
Setelah selesai digunakan, sebaiknya simpan siwak tersebut di atas daun telinga kiri. Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) mengatakan:
َูุฃَْู َูุถَุนَُู ََْููู ุฃُุฐُِِูู ุงُْููุณْุฑَู ِูุฎَุจَุฑٍ ِِููู َูุงْูุชِุฏَุงุกً ุจِุงูุตَّุญَุงุจَุฉِ ุฑَุถَِู ุงَُّููู ุนَُْููู
“(Disunahkan) bagi seseorang untuk menyimpan siwak di atas telinga kirinya, (karena) adanya hadis dalam masalah tersebut dan (karena) meneladani Pada แนขahabat Nabi -semoga Allah meridhai mereka semua-.”
Hadis yang dimaksud adalah riwayat imam al-Baihaqi dari jalur sayyidina Jabir bin Abdullah r.a:
َูุงَู ุงูุณَِّูุงُู ู
ِْู ุฃُุฐُِู ุงَّููุจِِّู ุตََูู ุงููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ ู
َْูุถِุนَ ุงََูููู
ِ ู
ِْู ุฃُุฐُِู ุงَููุงุชِุจِ
“Bahwa posisi siwak di telinga Nabi ๏ทบ (sebagaimana) posisi pena di telinga seorang penulis.” HR. al-Baihaqi
Hal ini juga dipraktikkan oleh แนฃahabat Nabi , seperti Zaid bin Khalid al-Juhani. Abu Salamah meriwayatkan bahwa ia melihat Zaid duduk di masjid dengan siwak terselip di telinga kirinya. Setiap kali hendak shalat, ia mengambilnya lalu bersiwak. Wallahu a'lam.

