Fikroh.com - Mungkin anda termasuk orang yang rutin mengerjakan shalat dhuha. Kemudian terluput dari mengerjakan sholat Dhuha, karena ada keperluan dan alasan lain, apakah bisa shalat dhuha diqadha?
Al-Imam Abu Ishaq asy-Syairâziy rahimahullah dalam kitabnya “al-Muhadzdzab” (I/160) menukil ada dua pandangan dalam hal ini, yaitu tidak boleh dan boleh. Kemudian beliau membawakan dalil yang membolehkannya, masuk dalam keumuman hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam :
من نام عن صلاة أو سها فليصلها إذا ذكرها
“Barangsiapa yang tertidur dari sholatnya atau lupa, maka sholatlah jika ia ingat.” (Muttafaqun ‘alaih).
Al-Imam Nawawi rahimahullah lebih merinci lagi pendapat terkait hal ini, baik di internal mazhab Syafi’i maupun mazhab lainnya, dalam kitabnya “al-Majmu'” (III/532) beliau berkata :
“Para ulama mazhab kami membagi sholat nafilah menjadi dua macam, yang pertama tidak terkait dengan waktu, hanyalah dikerjakan jika timbul penyebabnya seperti sholat gerhana, minta hujan dan tahiyatul masjid dan yang kedua terkait waktu, seperti sholat hari raya, DHUHA, sunah rawatib yang membarengi sholat fardhu, seperti rawatib Dhuhur dan selainnya, maka (dalam hal qodho) ada 3 pendapat :
1. Yang shahih bahwa semua itu dianjurkan mengqodhonya. Al-Qâdhiy Abu ath-Thayyib dan selainnya mengatakan : “pendapat ini ternashkan dalam qaul Jadid.
2. Tidak diqodho, ini ternashkan dalam qoul qadim dan ini adalah pendapat Abu Hanifah.
3. Apa yang berdiri sendiri, seperti sholat Ied dan DHUHA, maka diqodho dan apa yang tidak berdiri sendiri, seperti rawatib fardhu, maka tidak diqodho.”
Lalu al-Imam Nawawi rahimahullah menguatkan qoul Jadid al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah dengan membawakan beberapa dalil sebagai berikut :
A. Hadits orang yang lupa sholatnya sebagaimana telah berlalu.
B. Hadits Abu Qatâdah radhiyallahu anhu dalam Shahih Muslim :
أن النبي صلى الله عليه وسلم فاته الصبح في السفر حتى طلعت الشمس فتوضأ ثم صلى سجدتين ثم أقيمت الصلاة فصلى الغداة
“Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam terluput dari mengerjakan sholat Subuh dalam safarnya hingga Matahari terbit, lalu Beliau berwudhu, lalu sholat dua rakaat (qabliyyah Subuh) lalu diiqamati sholat, kemudian Beliau sholat Subuh.”
C. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu anhâ yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengerjakan sholat sunnah dua rakaat setelah Ashar, lalu aku bertanya kepadanya tentang hal ini, maka Beliau menjawab :
إنه أتاني ناس من عبد القيس بالإسلام من قومهم فشغلوني عن الركعتين اللتين بعد الظهر فهما هاتان الركعتان بعد العصر
“Bahwa tadi aku didatangi utusan Abdul Qais yang masuk Islam dari kaumnya, maka hal ini membuatku sibuk dari dua rakaat setelah Zhuhur, maka dua rakaat setelah Ashar tadi adalah sebagai penggantinya.” (Muttafaqun alaih).
D. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu secara marfu’ :
من لم يصل ركعتي الفجر حتى تطلع الشمس فليصلهما
“Barangsiapa yang belum sholat qabliyyah Subuh hingga Matahari terbit, maka kerjakanlah sholat tersebut.” (HR. Baihaqi dengan sanad Jayyid).
E. Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu secara marfu’ :
من نام عن وتره أو نسيه فليصل إذا ذكره
“Barangsiapa yang tertidur dari mengerjakan sholat witir atau lupa, maka sholatlah jika ia ingat.” (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan).
F. Hadits Aisyah radhiyallahu anhu secara marfu’ :
كان إذا فاتته الصلاة من الليل من وجع أو غيره صلى من النهار ثنتي عشرة ركعة
“Beliau biasanya jika terluput dari sholat malam karena sakit atau selainnya, maka Beliau mengerjakannya pada siang hari sebanyak 12 rakaat.” (HR. Muslim).
Kesimpulannya, bagi yang rutin mengerjakan sholat Dhuha, lalu karena satu dan lain hal, ia tidak bisa mengerjakannya pada waktunya, maka bisa diqodho pada waktu lainnya, sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. DR. Abdul Aziz al-Fauzân hafizhahullah dalam salah satu acara tanya jawabnya.
Wallahu Ta’âlâ A’lam.